Jumat, 28 Oktober 2016

Treatment of Class II Division 1 Malocclusion

Edit Posted by Unique with No comments
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam bidang kedokteran gigi, semakin banyak ahli ortodontik yang memperhatikan cara untuk mengatasi gangguan pertumbuhan rahang dan gigigeligi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan aktivitas bibir dan lidah pada periode gigi bercampur. Perkembangan gigi manusia terbagi menjadi gigi desidui, gigi campuran, dan gigi tetap. Gigi bercampur merupakan tumbuhnya gigi susu bersama-sama dengan tumbuhnya gigi tetap. Dalam hal ini, di dalam rongga mulut, terdapat beberapa gigi permanen yang mulai erupsi menggantikan gigi desidui secara bertahap. Selama masa pertumbuhan rahang dan gigi akan ada kemungkinan terjadinya suatu kelainan posisi atau biasa disebut dengan maloklusi.
Maloklusi ini dapat terjadi karena banyak hal seperti faktor keturunan, bad habit, kelainan jumlah gigi, kelainan ukuran gigi, kelainan bentuk gigi, dan lain-lain. Kebiasaan buruk atau bad habit dianggap sebagai hal yang memberikan rasa nyaman bagi pemilik kebiasaan namun berdampak buruk. Kebiasaan buruk ini meliputi mengisap jari dan jempol, menggigit kuku, menjulurkan lidah, menggigit bibir, bernapas melalui mulut, dan lain-lain. Setiap kebiasaan buruk ini memiliki peranan dalam mekanisme terjadinya maloklusi.
Maloklusi tentunya memiliki dampak bagi penderita meliputi psikologis, estetik, dan fungsional sehingga diperlukan suatu perawatan yang tepat untuk mengatasinya. Setiap perawatan memiliki indikasi dan kontraindikasi untuk  pemakaiannya sehingga kita harus paham bahwa penting untuk menegakkan diagnosis melalui berbagai pemeriksaan dan analisis untuk medapatkan diagnosis yang tepat terhadap maloklusi beserta jenis klasifikasinya yang terjadi pada penderita secara mendetail. Selain itu, diperlukan juga cara-cara pencegahan untuk menghindari terjadinya maloklusi.
Kelas II div 1 maloklusi yang lebih menonjol daripada jenis maloklusi setelah Kelas I maloklusi di negara kita. Lebih dekade terakhir, semakin banyak orang dewasa telah menjadi sadar perawatan ortodontik dan menuntut perlakuan yang berkualitas tinggi, dalam waktu sesingkat mungkin dengan peningkatan efisiensi dan mengurangi biaya. Kelas II maloklusi dapat diobati oleh beberapa berarti, sesuai dengan karakteristik yang berhubungan dengan masalah, seperti anteroposterior perbedaan, usia, dan kepatuhan pasien. Metode termasuk peralatan ekstraoral, peralatan fungsional dan peralatan yang terkait dengan Kelas II intermaxillary tetap elastis. Di sisi lain, koreksi Kelas II maloklusi pada pasien nongrowing biasanya termasuk ortognatik pembedahan atau penghapusan selektif gigi permanen, dengan berikutnya kamuflase gigi untuk menutupi perbedaan skeletal. Indikasi untuk ekstraksi dalam praktek ortodontik secara historis kontroversial. Premolar mungkin yang paling umum gigi diekstraksi untuk tujuan ortodontik karena mereka mudah terletak antara anterior dan posterior segmen. Variasi urutan ekstraksi termasuk atas dan bawah premolar pertama atau kedua telah direkomendasikan oleh berbagai penulis untuk berbagai alasan. Untuk koreksi Kelas II maloklusi di ekstraksi pasien non-tumbuh dapat melibatkan 2 premolars maksilaris atau 2 rahang atas dan 2 premolar rahang bawah. Hal ini biasanya tidak karakteristik kerangka Kelas II maloklusi yang terutama menentukan apakah itu harus diperlakukan dengan 2 atau 4 ekstraksi premolar, melainkan, dentoalveolar yang karakteristik.

RUMUSAN MASALAH
1.     Apa yang dimaksud dengan maloklusi gigi?
2.     Ciri-ciri maloklusi gigi Class II Division I?
3.     Bagaimana perawatan maloklusi gigi Class II Division I?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI MALOKLUSI GIGI
Maloklusi gigi merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari proses tumbuh kembang yang ditandai dengan tidak harmonisnya hubungan antar gigi, satu lengkung rahang dengan lengkung rahang lainnya, wajah atau keseluruhan.

B.    CIRI – CIRI MALOKLUSI GIGI CLASS II DIVISION 1
Maloklusi Angle klas II divisi 1 mempunyai ciri tonjol mesiobukal molar pertama atas beroklusi dengan interdental premolar kedua dan molar pertama bawah, jarak gigit yang besar, lengkung gigi sempit dan profil cembung.

C.    JENIS – JENIS PERAWATAN MALOKLUSI CLASS II DIVISION 1
1.     Menggunakan Bionator Myofungsional
Alat fungsional untuk perawatan skeletal Klas II bertujuan memperbaiki pertumbuhan skeletal, bentuk lengkung, dan estetik. Salah satu alatfungsional yang sering digunakan dalam merawat klas II divisi 1 adalah Bionator.
Bionator pertama kali dikembangkan oleh Wihelm Balter tahun 1964 dan merupakan alat terbuat dari akrilik dengan kawat pada bagian palatinal dan vestibulum. Alat ini bekerja untuk memajukan mandibula, mengokoreksi overbite, mengatur erupsi gigi dan memperbaiki profil pasien.
Perawatan dibagi menjadi dua tahap yaitu perawatan menggunakan alat myofungsional dan perawatan dengan menggunakan alat cekat straight. Perawatan tahap satu menggunakan alat myofungsional dengan pertimbangan usia pasien masih dalam masa tumbuh kembang sehingga skeletalnya dapat dipacu agar relasi skeletal klas II menjadi normal. Pertimbangan pemilihan alat myofungsional bionator dibandingkan alat lainnya karena alat tersebut disamping dapat mengokoreksi relasi skeletal juga dapat mengokoreksi deepbite dengan mengekstrusi gigi-gigi posterior dan mempunyai efek ekspansi serta bagian akrilik yang lebih tipis dibandingkan dengan activator sehingga pasien lebih merasa nyaman.
Cara pembuatan bionator pertama kali dilakukan dengan memperoleh gigitan kerja. Gigitan kerja ini diperoleh dengan memajukan mandibula ke depan sebesar 5 mm, disini kemampuan individu berbeda tergantung tingkat kemampuan mandibula dalam beradaptasi terhadap jarak gigitan kerja tersebut. Setelah mendapatkan gigitan kerja, model dioklusikan dan ditanam dalam okludator untuk pembuatan klamer, model malam, pemasangan sekrup ekspansi dan pengisian akrilik. Alat yang telah selesai dibuat, diinsersi pada pasien. Adaptasi pemakaian pada pasien dilakukan pada minggu pertama selama beberapa jam setiap harinya. Minggu kedua bionator digunakan selama beraktivitas didalam rumah dan minggu ketiga dipakai selama berada didalam dan diluar rumah. Minggu keempat alat dipakai sepanjang hari dan waktu tidur minimal 14 jam setiap harinya. Kontrol dilakukan setiap minggu dengan memutar sekrup ekspansi dan mengurangi akrilik bagian oklusal pada bagian posterior dan bagian lingual pada rahang bawah. Pemakaian alat bionator dilakukan minimal selama 1 tahun.
Perawatan menggunakan alat myofungsional bionator selama 12 bulan memberikan hasil sebagai berikut : 1) overjet berkurang dari 11 mm menjadi 6,25 mm, 2) overbite berkurang dari 5,25 mm menjadi 4,0 mm, 3) Jarak inter P bertambah dari 31,25 mm menjadi 33,25 mm 4) SNB bertambah dari 76° menjadi 78°, 5) profil menjadi lebih baik.
       

Alat myofungsional bekerja dengan 2 cara yaitu 1) kekuatan yang dikeluarkan alat myofungsional pada struktur yang terlibat dan menyebabkan perubahan bentuk dan ukuran sehingga terjadi adaptasi, 2) eliminasi kekuatan pada daerah abnormal sehingga terjadi perkembangan dan pertumbuhan pada bagian tersebut. Prinsip kerja alat myofungsional seperti proses terjadinya maloklusi yaitu dengan mengarahkan kekuatan otot-otot menuju arah yang diinginkan sehingga perkembangan dan pertumbuhan terjadi sesuai rencana. Alat myofungsional juga memperbaiki kondisi otot yang tidak seimbang, jaringan lunak dan fungsi mulut, hidung dan pharing.
Bionator merubah mandibula lebih ke depan sehingga terjadi pula perubahan jarak gigit, tumpang gigit, SNB, occlusal plane angle. Sekrup ekspansi dan coffin yang ada pada bionator akan menyebabkan lengkung gigi menjadi lebih lebar serta retraksi gigi anterior yang mengakibatkan perubahan pada angle of convecity, SNA, U-NA. Bionator juga menyebabkan gigi posterior bawah bererupsi ke oklusal dan ke depan, dengan mengurangi akrilik bagian oklusal gigi-gigi posterior dan menahan erupsi gigi anterior yang berakibat terjadinya rotasi bidang oklusal dan perbaikan relasi molar. Pergerakan mandibula ke depan berakibat reaksi jaringan lunak menahan pertumbuhan maksila ke depan dan membantu koreksi kecenderungan klas II.
Pemakaian bionator sangat membutuhkan kerjasama pasien. Kesulitan yang terjadi adalah pasien mulai jenuh menggunakan alat setelah beberapa bulan pemakaian sehingga ekspansi yang telah terjadi menjadi relaps dan retraksi gigi anterior atas tidak dapat dilakukan. Kesulitan dan kegagalan berupa ekspansi yang tidak maksimal tidak mengurangi keberhasilan perawatan menggunakan bionator. Keberhasilan berupa perubahan jarak gigit dan besar SNB menyebabkan perubahan profil menjadi lebih baik dan perawatan dapat dilanjutkan dengan alat cekat straight untuk koreksi ekpansi dan koreksi malposisi gigi-geligi.
2.     Menggunakan Alat Cekat Teknik Begg
Perawatan ortodontik menggunakan teknik Begg spesifik untuk merawat kasus maloklusi klas II divisi 1, walaupun dapat juga digunakan untuk kasus maloklusi klas I atau klas III. Teknik Begg mempunyai keunggulan dalam mengokoreksi overjet dan overbit dengan gerakan tipping dan intrusi secara bersamaan. Pemakaian elastic intermaksiler klas II pada teknik Begg menghasilkan gaya horizontal yang akan meretraksi gigi anterior rahang atas sehingga mengurangi overjet dan memperbesar sudut interinsisal. Pengurangan overbite dengan pembukaan gigitan terjadi karena kerjasama anchorage bend pada kawat busur dan pemakaian elastik intermaksiler klas II Anchorage bend pada kawat busur akan memberikan gaya intrusi pada gigi-gigi anterior, sedangkan gaya vertikal elastik intermaksiler klas II akan menyebabkan elevasi rahang bawah dan menambah intrusi gigi-gigi anterior rahang bawah, tetapi mengurangi intrusi pada gigi anterior rahang atas.
Hasil pemeriksaan klinis, analisis model studi dan analisis sefalometri, menunjukkan bahwa kasus ini merupakan maloklusi klas II divisi 1 subdivisi, hubungan skeletal Klas II, dengan mandibula retrusif dan bidental protrusif, disertai overjet dan overbite besar serta malrelasi palatalbite, impaksi pada gigi 18,28,38,48, supernumerary pada regio kiri bawah di sebelah distal gigi 38 dan gigi anterior berjejal sedang. Pemilihan jenis perawatan untuk setiap pasien tergantung dari etiologi maloklusi, adanya crowding, tingkat crowding, profil pasien dan kebijaksanaan yang lain. Perawatan ortodontik pada maloklusi klas II divisi 1 terutama bertujuan mengurangi overjet yang besar dengan melakukan retraksi gigi anterior. Pada kasus ini menggunakan alat ortodontik cekat teknik Begg dengan pencabutan gigi premolar pertama kanan dan kiri rahang atas serta pencabutan premolar kedua kanan dan kiri rahang bawah. Perawatan tahap pertama levelling dan unraveling untuk koreksi gigi anterior yang berjejal terkoreksi setelah 3 bulan perawatan. Retraksi gigi anterior yang protrusif dilakukan dengan plain archwire 0,016”dengan anchorage bend 45 º dan elastik intermaksiler klas II II 5/16 “ 2 oz. Komponen tersebut akan menghasilkan gaya resultan untuk meretraksi dan mengintrusi gigi-gigi anterior rahang atas dengan gigi molar penjangkar tetap bertahan terhadap gaya ungkit dan tipping, sehingga terjadi pembukaan gigitan. Elastik intermaksiler merupakan metode interarch yang mempunyai efek pergerakan ke mesial dan ekstrusi pada gigi molar rahang bawah, pergerakan tipping dan ekstrusi insisivus rahang atas serta rotasi mandibula searah jarum jam.  Elastik intermaksiler klas II yang merupakan alat tambahan, dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari sebuah alat aktif dalam perawatan ortodontik dengan sistem alat cekat dan sudah sejak dahulu digunakan untuk memperbaiki maloklusi klas II meskipun kadang memiliki efek yang tidak diinginkan.  Setelah 7 bulan perawatan overjet yang besar yaitu 10,78 mm terkoreksi menjadi 2,2mm, begitu juga palatal bite terkoreksi overbite sebelumnya 5,91 mm menjadi 2 mm. Keberhasilan perawatan kasus ini dalam mengkoreksi overjet dan overbite yang besar dalam waktu yang singkat berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam menggunakan elastik intermaksiler klas II. Hal ini dikarenakan sifat elastis pada elastik intermaksiler klas II akan berkurang setelah digunakan beberapa hari dan pasien harus mengganti dan memakai sendiri elastik tersebut sehingga sangat membutuhkan kerjasama dan kepatuhan pasien sesuai instruksi penggunaan elastik. Tingkat kepatuhan pasien yang kurang akan memperlambat waktu perawatan dan hasil yang tidak memuaskan. Hubungan molar kanan dan kiri menjadi klas I, hal ini disebabkan penjangkar untuk rahang bawah minimum sehingga terjadi pergeseran molar pertama bawah ke mesial. Perubahan bermakna juga terjadi pada profil wajah pasien menunjukkan estetik yang lebih baik, karena adanya perubahan inklinasi gigi insisivus rahang atas, pada evaluasi radiografi sefalometri menunjukkan inter I awal 108 º menjadi 145 º. Hal ini disebabkan inklinasi insisivus rahang atas dan rahang bawah menjadi lebih tegak oleh karena adanya efek retraksi gigi anterior selama perawatan sehingga sudut interinsisal yang kecil atau lancip menjadi lebih besar mendekati normal atau normal setelah perawatan. Perawatan akhir tahap I masih berlangsung untuk koreksi garis median rahang atas yang bergeser ke kiri. Rencana perawatan selanjutnya tahap II yaitu penutupan ruang bekas pencabutan dan tahap III koreksi relasi aksial seluruh gigi anterior dan posterior.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Maloklusi gigi merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari proses tumbuh kembang yang ditandai dengan tidak harmonisnya hubungan antar gigi, satu lengkung rahang dengan lengkung rahang lainnya, wajah atau keseluruhan. Maloklusi memiliki beberapa klasifikasi, salah satunya adalah Klass II Divisi 1 yang dimana memiliki ciri – ciri tonjol mesiobukal molar pertama atas beroklusi dengan interdental premolar kedua dan molar pertama bawah, jarak gigit yang besar, lengkung gigi sempit dan profil cembung. Jenis maloklusi ini memiliki beberapa jenis teknik perawatan, yaitu dengan Menggunakan Bionator Myofungsional dan Menggunakan Alat Cekat Teknik Begg.

B.    SARAN
Masyarakat disarankan untuk lebih menjaga kesehatan gigi untuk menghindari penyakit – penyakit gigi seperti maloklusi dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar dan rutin, mengurangi mengkonsumsi makanan yang dapat merusak gigi dan kesehatan mulut, dan rutin periksa ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali.


REFERENSI

Ali M. W., dan Hossain M. Z. (2012). “Successful orthodontic treatment of Class II division 1 malocclusion in a non growing patient : A case report”. Bangladesh Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics. Volume 2, No. 2, http:// http://www.banglajol.info/index.php/BJODFO/article/view/16165, 22 September 2016.
Herawati H., Sukma N., dan Utami R. D. (2015). “Relationship Between Deciduous Teeth Premature Los and Malocclusion Incidence in Elementary School in Cimahi”. Journal of Medicine and Health. Volume 1, No. 2, http://jmh.maranatha.edu/index.php/jmh/article/download/48/24, 29 October 2016.
Irawan R., Suparwitri S., dan Hardjono S. (2014). “Perawatan Maloklusi Angle Klas II Divisi 1 Menggunakan Bionator Myofungsional”. Majalah Kedokteran Gigi. 21(1):97-101, https://journal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/8532, 29 October 2016.
Kurniasari R., Ardhana W., dan Christnawati. (2014). “Perawatan Ortodontik pada Maloklusi Klas II Divisi 1 dengan Overjet Besar dan Palatal Bite Menggunakan Alat Cekat Teknik Begg”. Majalah Kedokteran Gigi. 21(1):102-108, https://journal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/8538, 29 October 2016.

Wahyuningsih S., Hardjono S., dan Suparwitri S. (2014). “Perawatan Maloklusi Angle Klas I Dengan Gigi Depan Crowding Berat Dan Cross Bite Menggunakan Teknik Begg Pada Pasien Dengan Kebersihan Mulut Buruk”. Majalah Kedokteran Gigi. 21(2): 204 – 211, https://jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/8758, 29 October 2016.