BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam bidang kedokteran
gigi, semakin banyak ahli ortodontik yang memperhatikan cara untuk mengatasi
gangguan pertumbuhan rahang dan gigigeligi yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan aktivitas bibir dan lidah pada periode gigi bercampur.
Perkembangan gigi manusia terbagi menjadi gigi desidui, gigi campuran, dan gigi
tetap. Gigi bercampur merupakan tumbuhnya gigi susu bersama-sama dengan
tumbuhnya gigi tetap. Dalam hal ini, di dalam rongga mulut, terdapat beberapa
gigi permanen yang mulai erupsi menggantikan gigi desidui secara bertahap.
Selama masa pertumbuhan rahang dan gigi akan ada kemungkinan terjadinya suatu
kelainan posisi atau biasa disebut dengan maloklusi.
Maloklusi ini dapat
terjadi karena banyak hal seperti faktor keturunan, bad habit, kelainan jumlah
gigi, kelainan ukuran gigi, kelainan bentuk gigi, dan lain-lain. Kebiasaan
buruk atau bad habit dianggap sebagai hal yang memberikan rasa nyaman bagi
pemilik kebiasaan namun berdampak buruk. Kebiasaan buruk ini meliputi mengisap
jari dan jempol, menggigit kuku, menjulurkan lidah, menggigit bibir, bernapas
melalui mulut, dan lain-lain. Setiap kebiasaan buruk ini memiliki peranan dalam
mekanisme terjadinya maloklusi.
Maloklusi tentunya
memiliki dampak bagi penderita meliputi psikologis, estetik, dan fungsional
sehingga diperlukan suatu perawatan yang tepat untuk mengatasinya. Setiap
perawatan memiliki indikasi dan kontraindikasi untuk pemakaiannya sehingga kita harus paham bahwa
penting untuk menegakkan diagnosis melalui berbagai pemeriksaan dan analisis
untuk medapatkan diagnosis yang tepat terhadap maloklusi beserta jenis
klasifikasinya yang terjadi pada penderita secara mendetail. Selain itu,
diperlukan juga cara-cara pencegahan untuk menghindari terjadinya maloklusi.
Kelas II div 1 maloklusi
yang lebih menonjol daripada jenis maloklusi setelah Kelas I maloklusi di
negara kita. Lebih dekade terakhir, semakin banyak orang dewasa telah menjadi
sadar perawatan ortodontik dan menuntut perlakuan yang berkualitas tinggi, dalam
waktu sesingkat mungkin dengan peningkatan efisiensi dan mengurangi biaya.
Kelas II maloklusi dapat diobati oleh beberapa berarti, sesuai dengan
karakteristik yang berhubungan dengan masalah, seperti anteroposterior
perbedaan, usia, dan kepatuhan pasien. Metode termasuk peralatan ekstraoral,
peralatan fungsional dan peralatan yang terkait dengan Kelas II intermaxillary
tetap elastis. Di sisi lain, koreksi Kelas II maloklusi pada pasien nongrowing
biasanya termasuk ortognatik pembedahan atau penghapusan selektif gigi
permanen, dengan berikutnya kamuflase gigi untuk menutupi perbedaan skeletal.
Indikasi untuk ekstraksi dalam praktek ortodontik secara historis kontroversial.
Premolar mungkin yang paling umum gigi diekstraksi untuk tujuan ortodontik
karena mereka mudah terletak antara anterior dan posterior segmen. Variasi
urutan ekstraksi termasuk atas dan bawah premolar pertama atau kedua telah
direkomendasikan oleh berbagai penulis untuk berbagai alasan. Untuk koreksi
Kelas II maloklusi di ekstraksi pasien non-tumbuh dapat melibatkan 2 premolars
maksilaris atau 2 rahang atas dan 2 premolar rahang bawah. Hal ini biasanya
tidak karakteristik kerangka Kelas II maloklusi yang terutama menentukan apakah
itu harus diperlakukan dengan 2 atau 4 ekstraksi premolar, melainkan,
dentoalveolar yang karakteristik.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud
dengan maloklusi gigi?
2.
Ciri-ciri maloklusi
gigi Class II Division I?
3.
Bagaimana
perawatan maloklusi gigi Class II
Division I?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI MALOKLUSI GIGI
Maloklusi gigi merupakan
suatu kondisi yang menyimpang dari proses tumbuh kembang yang ditandai dengan
tidak harmonisnya hubungan antar gigi, satu lengkung rahang dengan lengkung
rahang lainnya, wajah atau keseluruhan.
B.
CIRI – CIRI MALOKLUSI GIGI CLASS II DIVISION 1
Maloklusi Angle klas II
divisi 1 mempunyai ciri tonjol mesiobukal molar pertama atas beroklusi dengan
interdental premolar kedua dan molar pertama bawah, jarak gigit yang besar,
lengkung gigi sempit dan profil cembung.
C.
JENIS – JENIS PERAWATAN MALOKLUSI CLASS II DIVISION 1
1.
Menggunakan Bionator Myofungsional
Alat fungsional untuk perawatan skeletal Klas II
bertujuan memperbaiki pertumbuhan skeletal, bentuk lengkung, dan estetik. Salah
satu alatfungsional yang sering digunakan dalam merawat klas II divisi 1 adalah
Bionator.
Bionator pertama kali dikembangkan oleh Wihelm Balter
tahun 1964 dan merupakan alat terbuat dari akrilik dengan kawat pada bagian
palatinal dan vestibulum. Alat ini bekerja untuk memajukan mandibula, mengokoreksi
overbite, mengatur erupsi gigi dan memperbaiki profil pasien.
Perawatan dibagi menjadi dua tahap yaitu perawatan
menggunakan alat myofungsional dan perawatan dengan menggunakan alat cekat straight.
Perawatan tahap satu menggunakan alat myofungsional dengan pertimbangan usia
pasien masih dalam masa tumbuh kembang sehingga skeletalnya dapat dipacu agar
relasi skeletal klas II menjadi normal. Pertimbangan pemilihan alat myofungsional
bionator dibandingkan alat lainnya karena alat tersebut disamping dapat
mengokoreksi relasi skeletal juga dapat mengokoreksi deepbite dengan
mengekstrusi gigi-gigi posterior dan mempunyai efek ekspansi serta bagian
akrilik yang lebih tipis dibandingkan dengan activator sehingga pasien lebih
merasa nyaman.
Cara pembuatan bionator pertama kali dilakukan dengan memperoleh
gigitan kerja. Gigitan kerja ini diperoleh dengan memajukan mandibula ke depan
sebesar 5 mm, disini kemampuan individu berbeda tergantung tingkat kemampuan
mandibula dalam beradaptasi terhadap jarak gigitan kerja tersebut. Setelah mendapatkan
gigitan kerja, model dioklusikan dan ditanam dalam okludator untuk pembuatan
klamer, model malam, pemasangan sekrup ekspansi dan pengisian akrilik. Alat
yang telah selesai dibuat, diinsersi pada pasien. Adaptasi pemakaian pada pasien
dilakukan pada minggu pertama selama beberapa jam setiap harinya. Minggu kedua bionator
digunakan selama beraktivitas didalam rumah dan minggu ketiga dipakai selama
berada didalam dan diluar rumah. Minggu keempat alat dipakai sepanjang hari dan
waktu tidur minimal 14 jam setiap harinya. Kontrol dilakukan setiap minggu dengan
memutar sekrup ekspansi dan mengurangi akrilik bagian oklusal pada bagian
posterior dan bagian lingual pada rahang bawah. Pemakaian alat bionator
dilakukan minimal selama 1 tahun.
Perawatan menggunakan alat myofungsional bionator
selama 12 bulan memberikan hasil sebagai berikut : 1) overjet berkurang dari 11
mm menjadi 6,25 mm, 2) overbite berkurang dari 5,25 mm menjadi 4,0 mm, 3) Jarak
inter P bertambah dari 31,25 mm menjadi 33,25 mm 4) SNB bertambah dari 76°
menjadi 78°, 5) profil menjadi lebih baik.
Alat myofungsional bekerja dengan 2 cara yaitu 1)
kekuatan yang dikeluarkan alat myofungsional pada struktur yang terlibat dan
menyebabkan perubahan bentuk dan ukuran sehingga terjadi adaptasi, 2) eliminasi
kekuatan pada daerah abnormal sehingga terjadi perkembangan dan pertumbuhan
pada bagian tersebut. Prinsip kerja alat myofungsional seperti proses
terjadinya maloklusi yaitu dengan mengarahkan kekuatan otot-otot menuju arah
yang diinginkan sehingga perkembangan dan pertumbuhan terjadi sesuai rencana.
Alat myofungsional juga memperbaiki kondisi otot yang tidak seimbang, jaringan
lunak dan fungsi mulut, hidung dan pharing.
Bionator merubah mandibula lebih ke depan sehingga
terjadi pula perubahan jarak gigit, tumpang gigit, SNB, occlusal plane angle.
Sekrup ekspansi dan coffin yang ada pada bionator akan menyebabkan lengkung
gigi menjadi lebih lebar serta retraksi gigi anterior yang mengakibatkan
perubahan pada angle of convecity, SNA, U-NA. Bionator juga menyebabkan gigi
posterior bawah bererupsi ke oklusal dan ke depan, dengan mengurangi akrilik
bagian oklusal gigi-gigi posterior dan menahan erupsi gigi anterior yang
berakibat terjadinya rotasi bidang oklusal dan perbaikan relasi molar. Pergerakan
mandibula ke depan berakibat reaksi jaringan lunak menahan pertumbuhan maksila
ke depan dan membantu koreksi kecenderungan klas II.
Pemakaian bionator sangat membutuhkan kerjasama
pasien. Kesulitan yang terjadi adalah pasien mulai jenuh menggunakan alat
setelah beberapa bulan pemakaian sehingga ekspansi yang telah terjadi menjadi
relaps dan retraksi gigi anterior atas tidak dapat dilakukan. Kesulitan dan
kegagalan berupa ekspansi yang tidak maksimal tidak mengurangi keberhasilan
perawatan menggunakan bionator. Keberhasilan berupa perubahan jarak gigit dan
besar SNB menyebabkan perubahan profil menjadi lebih baik dan perawatan dapat
dilanjutkan dengan alat cekat straight untuk koreksi ekpansi dan koreksi
malposisi gigi-geligi.
2.
Menggunakan Alat Cekat Teknik Begg
Perawatan ortodontik menggunakan teknik Begg spesifik
untuk merawat kasus maloklusi klas II divisi 1, walaupun dapat juga digunakan
untuk kasus maloklusi klas I atau klas III. Teknik Begg mempunyai keunggulan
dalam mengokoreksi overjet dan overbit dengan gerakan tipping dan intrusi
secara bersamaan. Pemakaian elastic intermaksiler klas II pada teknik Begg
menghasilkan gaya horizontal yang akan meretraksi gigi anterior rahang atas
sehingga mengurangi overjet dan memperbesar sudut interinsisal. Pengurangan
overbite dengan pembukaan gigitan terjadi karena kerjasama anchorage bend pada
kawat busur dan pemakaian elastik intermaksiler klas II Anchorage bend pada
kawat busur akan memberikan gaya intrusi pada gigi-gigi anterior, sedangkan
gaya vertikal elastik intermaksiler klas II akan menyebabkan elevasi rahang
bawah dan menambah intrusi gigi-gigi anterior rahang bawah, tetapi mengurangi
intrusi pada gigi anterior rahang atas.
Hasil
pemeriksaan klinis, analisis model studi dan analisis sefalometri, menunjukkan
bahwa kasus ini merupakan maloklusi klas II divisi 1 subdivisi, hubungan
skeletal Klas II, dengan mandibula retrusif dan bidental protrusif, disertai
overjet dan overbite besar serta malrelasi palatalbite, impaksi pada gigi
18,28,38,48, supernumerary pada regio kiri bawah di sebelah distal gigi 38 dan
gigi anterior berjejal sedang. Pemilihan jenis perawatan untuk setiap pasien
tergantung dari etiologi maloklusi, adanya crowding, tingkat crowding, profil
pasien dan kebijaksanaan yang lain. Perawatan ortodontik pada maloklusi klas II
divisi 1 terutama bertujuan mengurangi overjet yang besar dengan melakukan
retraksi gigi anterior. Pada kasus ini menggunakan alat ortodontik cekat teknik
Begg dengan pencabutan gigi premolar pertama kanan dan kiri rahang atas serta
pencabutan premolar kedua kanan dan kiri rahang bawah. Perawatan tahap pertama
levelling dan unraveling untuk koreksi gigi anterior yang berjejal terkoreksi
setelah 3 bulan perawatan. Retraksi gigi anterior yang protrusif dilakukan
dengan plain archwire 0,016”dengan anchorage bend 45 º dan elastik
intermaksiler klas II II 5/16 “ 2 oz. Komponen tersebut akan menghasilkan gaya
resultan untuk meretraksi dan mengintrusi gigi-gigi anterior rahang atas dengan
gigi molar penjangkar tetap bertahan terhadap gaya ungkit dan tipping, sehingga
terjadi pembukaan gigitan. Elastik intermaksiler merupakan metode interarch
yang mempunyai efek pergerakan ke mesial dan ekstrusi pada gigi molar rahang
bawah, pergerakan tipping dan ekstrusi insisivus rahang atas serta rotasi
mandibula searah jarum jam. Elastik
intermaksiler klas II yang merupakan alat tambahan, dapat diklasifikasikan
sebagai bagian dari sebuah alat aktif dalam perawatan ortodontik dengan sistem
alat cekat dan sudah sejak dahulu digunakan untuk memperbaiki maloklusi klas II
meskipun kadang memiliki efek yang tidak diinginkan. Setelah 7 bulan perawatan overjet yang besar
yaitu 10,78 mm terkoreksi menjadi 2,2mm, begitu juga palatal bite terkoreksi
overbite sebelumnya 5,91 mm menjadi 2 mm. Keberhasilan perawatan kasus ini
dalam mengkoreksi overjet dan overbite yang besar dalam waktu yang singkat
berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam menggunakan elastik intermaksiler
klas II. Hal ini dikarenakan sifat elastis pada elastik intermaksiler klas II
akan berkurang setelah digunakan beberapa hari dan pasien harus mengganti dan
memakai sendiri elastik tersebut sehingga sangat membutuhkan kerjasama dan
kepatuhan pasien sesuai instruksi penggunaan elastik. Tingkat kepatuhan pasien
yang kurang akan memperlambat waktu perawatan dan hasil yang tidak memuaskan.
Hubungan molar kanan dan kiri menjadi klas I, hal ini disebabkan penjangkar
untuk rahang bawah minimum sehingga terjadi pergeseran molar pertama bawah ke
mesial. Perubahan bermakna juga terjadi pada profil wajah pasien menunjukkan
estetik yang lebih baik, karena adanya perubahan inklinasi gigi insisivus
rahang atas, pada evaluasi radiografi sefalometri menunjukkan inter I awal 108
º menjadi 145 º. Hal ini disebabkan inklinasi insisivus rahang atas dan rahang
bawah menjadi lebih tegak oleh karena adanya efek retraksi gigi anterior selama
perawatan sehingga sudut interinsisal yang kecil atau lancip menjadi lebih
besar mendekati normal atau normal setelah perawatan. Perawatan akhir tahap I
masih berlangsung untuk koreksi garis median rahang atas yang bergeser ke kiri.
Rencana perawatan selanjutnya tahap II yaitu penutupan ruang bekas pencabutan
dan tahap III koreksi relasi aksial seluruh gigi anterior dan posterior.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Maloklusi gigi merupakan suatu kondisi yang menyimpang
dari proses tumbuh kembang yang ditandai dengan tidak harmonisnya hubungan
antar gigi, satu lengkung rahang dengan lengkung rahang lainnya, wajah atau keseluruhan.
Maloklusi memiliki beberapa klasifikasi, salah satunya adalah Klass II Divisi 1
yang dimana memiliki ciri – ciri tonjol mesiobukal molar pertama atas beroklusi
dengan interdental premolar kedua dan molar pertama bawah, jarak gigit yang
besar, lengkung gigi sempit dan profil cembung. Jenis maloklusi ini memiliki beberapa
jenis teknik perawatan, yaitu dengan Menggunakan Bionator Myofungsional dan Menggunakan
Alat Cekat Teknik Begg.
B.
SARAN
Masyarakat disarankan
untuk lebih menjaga kesehatan gigi untuk menghindari penyakit – penyakit gigi
seperti maloklusi dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar dan rutin,
mengurangi mengkonsumsi makanan yang dapat merusak gigi dan kesehatan mulut,
dan rutin periksa ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali.
REFERENSI
Ali M. W., dan Hossain M. Z. (2012). “Successful orthodontic
treatment of Class II division 1 malocclusion in a non growing patient : A case
report”. Bangladesh Journal of Orthodontics
and Dentofacial Orthopedics. Volume 2, No. 2, http:// http://www.banglajol.info/index.php/BJODFO/article/view/16165,
22 September 2016.
Herawati H., Sukma N., dan Utami R. D. (2015). “Relationship
Between Deciduous Teeth Premature Los and Malocclusion Incidence in Elementary
School in Cimahi”. Journal of Medicine
and Health. Volume 1, No. 2, http://jmh.maranatha.edu/index.php/jmh/article/download/48/24, 29 October 2016.
Irawan R., Suparwitri S., dan Hardjono S. (2014). “Perawatan
Maloklusi Angle Klas II Divisi 1 Menggunakan Bionator Myofungsional”. Majalah Kedokteran Gigi. 21(1):97-101, https://journal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/8532,
29 October 2016.
Kurniasari R., Ardhana W., dan Christnawati. (2014). “Perawatan
Ortodontik pada Maloklusi Klas II Divisi 1 dengan Overjet Besar dan Palatal
Bite Menggunakan Alat Cekat Teknik Begg”. Majalah
Kedokteran Gigi. 21(1):102-108, https://journal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/8538,
29 October 2016.
Wahyuningsih S., Hardjono S., dan Suparwitri S. (2014). “Perawatan
Maloklusi Angle Klas I Dengan Gigi Depan Crowding Berat Dan Cross Bite
Menggunakan Teknik Begg Pada Pasien Dengan Kebersihan Mulut Buruk”. Majalah Kedokteran Gigi. 21(2):
204 – 211, https://jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/8758,
29 October 2016.